Ngajihukum.com - Indonesia menerapkan sistem hukum rule of law dimana setiap orang atau masyarakat Indonesia memiliki hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil dihadapan hukum. Tidak memandang siapapun orangnya, setiap orang memiliki hak hukum yang sama (equality before the law).
Penerapan sistem hukum di Indonesia juga pada dasarnya harus berdasarkan nilai-nilai sebagaimana yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia harus mampu dipenuhi demi terciptanya bangsa yang memiliki konsep demokratis bagi seluruh rakyat didalamnya.
Dalam kenyataannya, hingga saat ini konsep negara hukum yang berlandaskan rule of law dan Pancasila serta undang-undang dasar 1945 dimana memiliki cita-cita mulia masih menjadi mimpi panjang. Penegakan hukum di negara Indonesia masih menjadi polemik dimana dalam penerapannya masih bisa dikendalikan oleh para pemegang kekuasaan dan kapitalis.
Mereka yang memiliki kekuatan atau dekat dengan kekuasaan akan memiliki pengaruh yang luar biasa dimana dapat mengendalikan hukum dengan sesuka hati. Namun bagi masyarakat bawah jika terbukti melakukan perbuatan melanggar hukum maka berpotensi mendapatkan hukuman yang setimpal atau bahkan lebih berat lagi.
Kondisi yang seperti itu pada akhirnya menciptakan gerakan massa di Indonesia atau biasa disebut dengan masyarakat netizen melalui media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, Tiktok, dan lainnya untuk menviralkan setiap fenomena ketidakadilan yang terjadi pada masyarakat agar dapat direspon dengan cepat oleh pemerintah.
Fenomena tersebut merupakan bentuk kekecewaan yang sudah melekat dalam diri masyarakat Indonesia terhadap keadilan hukum dinegara ini. Keadilan seperti tiang gantungan atau telah mati. Hukum seakan-akan lebih tajam kebawah daripada keatas. Masyarakat menengah dan kebawah seolah-olah tidak berhak mendapatkan hal keadilannya dibanding masyarakat atas. Inilah dinamika hukum di Indonesia dimana keadilan hanya dirasakan bagi orang-orang yang dekat dengan kekuasaan seperti kapitalis, atau mereka yang saat ini menegang kekuasaan.
Asas equality before the law seakan-akan hanya sebatas mimpi dan khayalan. Kepercayaan terhadap asas ini menurun drastis terhadap dimensi kepercayaan masyarakat. Hal tersebut tentu karena telah terjadinya politik pluralisme hukum yang memberi sekat bagi keberadaan hukum Islam dan adat. Kemudian, tindakan-tindakan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum di Indonesia juga tidak mencerminkan kepribadian sebagai penegak hukum yang baik. Masyarakat sudah terlalu bosan mendengar kabar berita oknum penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim yang justru terlibat persoalan hukum.
Setelah publik digemparkan oleh beberapa skandal kasus Ferdy Sambo, Jaksa Pinangki, penangkapan seorang pengacara dan hakim di wilayah peradilan Mahkamah Agung. Kini publik juga digemparkan kembali oleh penanganan salah satu hakim petinggi Mahkamah Agung yaitu Hasbi Hasan. Para penegakan hukum dinegara ini seolah-olah sudah kehilangan urat malunya. Kewenangan yang telah di emban tersebut menjadi alat kesewenang-wenangan dan senjata untuk memperdayai masyarakat awam.
Dihari keadilan internasional kali ini, Indonesia harus segera berbenah terhadap persoalan penegekan hukum ini. Pancasila sebagai ideologi dan Undang-undang Dasar 1945 merupakan pijakan utama pemerintah dalam menjalankan amanat konstitusi. Pembuatan produk hukum seperti undang-undang dan lainnya juga harus berlandaskan kepastian, keadilan, dan kemanfaatan bagi setiap warga negara. Karena pada dasarnya, hukum dibuat harus memiliki karakteristik. Dimana karakteristik tersebut harus mampu memberikan suatu pemahaman apakah hukum tersebut responsif dengan kebutuhan masyarakat, atau justru sebaliknya yaitu lebih mencerminkan kepentingan penguasa.
Kemudian pemerintah juga harus meningkatkan kesadaran masyarakat melalui budaya-budaya hukum atau kebiasaan yang baik demi terciptanya kesadaran bagi setiap masyarakat tentang keadilan. Budaya ini bisa dibentuk dan diciptakan melalui kegiatan-kegiatan hukum seperti sosialisasi hukum yang dilakukan oleh organisasi masyarakat maupun instansi pemerintahan.
Penanaman rasa keadilan harus dapat diciptakan sedini mungkin, bahkan dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun lingkungan lainnya. Jika hal tersebut mampu dilakukan dan optimalkan, tidak menutup kemungkinan kita telah mencetak calon generasi emas dimasa yang akan datang untuk dapat memimpin bangsa ini yang menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan bagi setiap rakyat didalamnya.