Ngajihukum.com - Belakangan ini masyarakat Indonesia digegerkan oleh beberapa kasus korupsi yang menjerat pejabat-pejabat tinggi pemerintah. Seperti kasus korupsi yang menjerat Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate oleh Kejaksaan Agung pada Mei lalu dalam dugaan korupsi proyek stasiun pemancar (base transceiver station/BTS). Kemudian ada juga kasus korupsi yang menjerat Gubernur Papua Lukas Enembe pada dugaan suap dan gratifikasi.
Lalu ada juga kasus-kasus korupsi yang menjerat beberapa kepala desa di Indonesia akibat penyalahgunaan anggaran desa. Kemudian kasus korupsi dan gratifikasi mantan bupati Cirebon yang hingga saat ini terus berjilid-jilid perkembangannya.
Ketika kasus-kasus korupsi terus merajalela di Indonesia, pandangan kita sebagai masyarakat awam mungkin mempertanyakan bagaimana penegakan hukum di Indonesia yang dinilai tidak pernah membuat jera bagi para koruptor.
Penegakan hukum pemerintah kepada koruptor dinilai tidak pernah membuat takut para pejabat kita untuk terus melakukan korupsi. Sehingga akibatnya setiap tahun negara ini terus melahirkan generasi-generasi koruptor baru.
Pemerintah Indonesia sendiri melalui beberapa pakar-pakarnya seperti pakar hukum dan sosial serta lainnya telah merencanakan beberapa solusi untuk bisa memberantas korupsi di negeri ini. Mulai dari KPK, pembentukan peraturan perundang-undangan, serta peran lembaga pemerintahan lainnya untuk menerangi bersama korupsi. Namun seperti apa yang kita lihat sekarang, bahwa solusi tersebut hanya mampu menyentuh permukaannya saja melainkan tidak sampai kepada akar-akarnya.
Karena sebagaimana yang kita ketahui, korupsi hanya akan terjadi terhadap pemegang kekuasaan atau terhadap kaum borjuis yang memiliki kedekatan dan kemesraan dengan pemerintah. Seperti yang dilakukan oleh Lukas Enembe, ia telah membuat peraturan perundang-undangan melalu peraturan gubernur untuk bisa mensiasati mendapatkan 1 M dalam satu hari sebagai keperluan makan dan operasional tugasnya, sungguh diluar nalar.
Pada dasarnya korupsi merupakan sesuatu yang inheren di dalam negara kapitalisme, bahkan secara umum adalah sesuatu yang sudah terpatri sekian lama terhadap masyarakat kelas.
Kaum kapitalis telah mampu mengendalikan negara beserta aparat-aparatnya yang digunakan untuk menjaga aset-aset pribadinya. Negara dikendalikan oleh kaum kapitalis sebagai senjata untuk merepresi rakyat proletar yang melawan. Dengan demikian, kapitalisme merupakan biang kerok dari segala permasalahan yang dialami oleh bangsa kita selama ini.
Sudah saatnya rakyat Indonesia bangkit bersama untuk memerangi dan memberantas korupsi. Pertama kita sebagai rakyat Indonesia harus mampu menjadikan bahwa korupsi adalah sebagai kejahatan aib yang luar biasa, untuk itu mengucilkan setiap koruptor adalah hal yang wajib. Sanksi sosial masyarakat ini akan mampu memberikan rasa bersalah (guild culture) dan malu (shame culture) terhadap para pelaku korupsi atau koruptor.
Seorang mantan koruptor tidak akan diundang dalam acara-acara keluarga karena telah mencoreng nama besar keluarga. Seorang koruptor juga tidak akan diberi kesempatan untuk memiliki panggung terhadap masyarakat baik di televisi, radio, bahkan lainnya, apalagi diberi kesempatan untuk mencalonkan diri kembali menjadi salah satu wakil pemerintah.
Kedua, korupsi masih ada karena terpecahnya rakyat menjadi kelas-kelas. Dari mulai kelas masyarakat atas, menengah maupun kebawah. Korupsi hanya akan hilang jika sudah tidak ada lagi perbedaan kelas diantara masyarakat. Artinya kita sebagai masyarakat harus menempatkan posisi rakyat di depan sebagai satu-satunya kelas yang bisa merebut kekuasan kaum kapitalis agar mampu memberantas korupsi.
Ketiga, hukuman mati kepada pelaku korupsi harus segera dilaksanakan dengan membuat atau merevisi peraturan perundang-undangan tidak pidana korupsi. Hukuman mati ini setidaknya akan mampu memberikan rasa takut bagi koruptor yang telah terbukti melakukan kejahatan korupsi dan akan berdampak pada calon-calon koruptor lainnya.
Dan yang terakhir, sebagaimana yang pernah dikatakan oleh menteri politik hukum dan HAM yaitu Mahfud MD bahwa pemerintah juga harus melegalkan peraturan perundang-undangan tentang perampasan aset bagi para koruptor. Dimana perampasan aset ini berpotensi bukan hanya menyita harta kejahatan yang diperoleh dari korupsi melainkan juga merampas seluruh harta kekayaan yang dimiliki oleh koruptor selama menjabat di pemerintahan.
Sudah saatnya pemerintah Indonesia berkaca dari setiap permasalahan korupsi yang terus menggerogoti negeri ini. Berapa pandangan diatas setidaknya harus bisa dijalankan agar bisa meminimalisir kejahatan korupsi atau bahkan menghilangkannya.