hijaz.id - Sebagai manusia biasa, kesalahan ataupun khilaf merupakan sesuatu hal yang wajar adanya. Hal itu disebabkan karena kita bukan manusia sempurna seperti halnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka, introspeksi diri merupakan salah satu cara yang tepat untuk mengevaluasi setiap kesalahan ataupun amal yang telah kita perbuat.
Lalu, berbicara perihal amal, sudah seharusnya kita berorientasi pahala. Tapi, pernahkan Anda mendengar perihal dosa jariyah? Perhatikan penjelasan dari Ustadz Ammi Nur Baits berikut. Biasanya kita sering mendengar istilah sedekah jariyah. Itulah sedekah yang pahalanya akan terus mengalir, meskipun kita telah meninggal dunia. Kita akan tetap terus mendapatkan kucuran pahala, selama harta yang kita sedekahkan masih dimanfaatkan oleh kaum muslimin untuk melakukan ketaatan. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
Apabila manusia meninggal, amalnya akan terputus, kecuali 3 hal: ‘Sedekah Jariyah, Ilmu yang bermanfaat, dan anak soleh yang mendoakannya.’ (HR. Nasa’i 3651, Turmudzi 1376, dan dishahihkan Al-Albani).
Sebagai orang beriman, yang sadar akan pentingnya bekal amal di hari kiamat, tentu kita sangat berharap bisa mendapatkan amal semacam ini. Di saat kita sudah pensiun beramal, namun Allah tetap memberikan kucuran pahala karena amal kita di masa silam.
Disamping ada pahala jariyah, dalam islam juga ada dosa yang sifatnya sama, dosa jariyah. Dosa yang tetap terus mengalir, sekalipun orangnya telah meninggal. Dosa yang akan tetap ditimpakan kepada pelakunya, sekalipun dia tidak lagi mengerjakan perbuatan maksiat itu.
Betapa menyedihkannya nasib orang ini, di saat semua orang membutuhkan pahala di alam barzakh, dia justru mendapat kucuran dosa dan dosa. Anda bisa bayangkan, penyesalan yang akan dialami manusia yang memiliki dosa jariyah ini.
Satu prinsip yang selayaknya kita pahami, bahwa yang Allah catat dari kehidupan kita, tidak hanya aktivitas dan amalan yang kita lakukan, namun juga dampak dan pengaruh dari aktivitas dan amalan itu. Allah berfirman di surat Yasin,
إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآثَارَهُمْ وَكُلَّ شَيْءٍ أَحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُبِينٍ
“Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yasin: 12)
Orang yang melakukan amal dan aktivitas yang baik, akan Allah catat amal baik itu dan dampak baik dari amalan itu. Karena itulah, islam memotivasi umatnya untuk melakukan amal yang memberikan pengaruh baik yang luas bagi masyarakat. Karena dengan itu dia bisa mendapatkan pahala dari amal yang dia kerjakan, plus dampak baik dari amalnya.
Sebaliknya, orang yang melakukan amal buruk, atau perbuatan maksiat, dia akan mendapatkan dosa dari perbuatan yang dia lakukan, ditambah dampak buruk yang ditimbulkan dari kejahatan yang dia kerjakan. Selama dampak buruk ini masih ada, dia akan terus mendapatkan kucuran dosa itu. – wal’iyadzu billah.. –, itulah dosa jariyah, yang selalu mengalir. Sungguh betapa mengerikannya dosa ini.
Mengingat betapa bahayanya dosa jariyah ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan umatnya agar berhati-hati, jangan sampai dia terjebak melakukan dosa ini.
Wallahu a’lam bish shawab.